Sebelumnya kalian sudah paham gak si apa itu yurisprudensi ? ya, keputusan yang diambil oleh hakim dalam memutuskan suatu perkara yang belum diatur dalam Undang-Undang. Keputusan hakim ini dianggap sah karena hakim memperoleh hak dalam membuat argumen untuk menyelesaikan suatu perkara dan keputusan hakim ini dapat dijadikan pedoman bagi hakim-hakim yang lain. Putusan hakim ini berkekuatan hukum dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung.
Yurisprudensi berkaitan dengan perkembangan ilmu hukum dan dipandang sebagai salah satu intrumen untuk melihat konsistensi putusan hakim atau kepastian hukum. Sebagai negara yang mewarisi tradisi Eropa Kontinental, keberadaan yurisprudensi di Indonesia tidak semengikat dibanding negara dengan sistem hukum Anglo Saxon. Bukan berarti Indonesia tak mengenal penggunaan putusan hakim terdahulu. Tetapi jika dihubungkan dengan prinsip dasar kemandirian hakim, maka penerapan yurisprudensi akan menjadi tantangan. Terutama berkaitan dengan pertanyaan apakah yurisprudensi itu memiliki kekuatan mengikat, atau sebenarnya lebih memiliki kekuatan persuasif.
Yurisprudensi berarti pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa dan siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa. (Sudikno Mertokusumo)
Ada 4 macam yurisprudensi, yaitu:
- Yurisprudensi Tetap, putusan dari hakim yang terjadi karena rangkaian putusan yang sama dan dijadikan dasar bagi pengadilan untuk memutuskan suatu perkara.
- Yurisprudensi Tidak Tetap, putusan dari hakim terdahulu yang tidak dijadikan dasar bagi pengadilan dalam memutuskan suatu perkara.
- Yurisprudensi Semi Yuridis, semua penetapan pengadilan yang didasarkan pada permohonan seseorang yang berlaku khusus hanya pada pemohon, seperti penetapan status anak.
- Yurisprudensi Administratif, merupakan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang berlaku hanya secara administratif dan mengikat intern di dalam ruang lingkup pengadilan.