Hak Asasi Manusia adalah Hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia dilahirkan. HAM dapat dirumuskan sebagai hak yang ada dan melekat pada diri manusia yang apabila hak tersebut tidak ada, maka mustahillah seseorang itu hidup sebagai manusia. Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang ingin bebas. Satu-satunya hak ini dimiliki manusia semata-mata karena dia adalah manusia yang memiliki akal budi, bukan karena pemberian masyarakat atau negara. Manusia yang boleh memiliki HAM adalah manusia yang hidup, apabila manusia itu mati maka tidak dapat dia menjalakan hak-haknya sebagai manusia. HAM sangat berpengaruh terhadap kehidupan nasional dan internasional suatu negara, oleh karena itu HAM membutuhkan perhatian yang sangat khusus.
HAM identik dengan kebebasan yang dimiliki oleh manusia, HAM tidak akan berjalan dengan baik apabila manusia tidak bebas dan dikekang hak-haknya sebagai manusia. Dalam sejarah, kebebasan adalah sebuah
perjuangan manusia untuk memberi harkat dan martabat pada dirinya. Salah satu alasan manusia berperang adalah karena manusia ingin bebas, bebas dari kukungan penjajahan yang melecehkan martabatnya karena hak-haknya di kekang atau tidak diakui.
Istilah kejahatan perang sudah lama dikenal dalam perbincangan hukum internasional, yaitu khususnya dalam hukum humaniter yang sering disebut juga sebagai hukum perang atau hukum konflik bersenjata. Dalam hukum humaniter, istilah kejahatan perang dihubungkan dengan tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan oleh para pelaku perang atau pihak yang terlibat dalam perang yang melanggar kaedah hukum humaniter. Tindakan tertentu dapat dikategorikan kedalam pelanggaran berat (Graves breaches) terhadap hukum humaniter dan pelanggaran lainnya (yang bukan dikategorikan berat).
Secara khusus, Kejahatan Perang atau Konflik Bersenjata dapat ditemukan pengaturannya pada Pasal 402 sampai 406 R KUHP. Ini pengaturan yang sangat minimalis ketimbangan dalam naskah R KUHP sebelumnya. Awalnya R KUHP mengadopsi kategori pengaturan tentang kejahatan perang dalam Statuta Roma, dimana kejahatan perang dibagi dalam empat kategori sebagaimana tertera diatas. R KUHP hanya melingkupi kejahatan perang baik untuk konflik yang bersifat internasional bukan konflik yang bersifat internal seperti yang diatur dalam 405. Oleh karena itulah maka tindak pidana hukum perang dalam R KUHP menimbulkan banyak kelemahan dalam upaya menghukum pelaku kejahatan perang di masa depan dan dalam konteks Indonesia.
Mahkamah Pidana Internasional adalah lembaga peradilan pidana internasional permanen. Pembentukan Mahkamah Pidana Internasional tidak bersifat temporer (sementara), dengan kata lain pembentukannya bukan khusus untuk mengadili kejahatan yang terjadi disuatu tempat atau negara tertentu, yang selalu dikaitkan dengan peristiwa tertentu seperti pengadilan-pengadilan ad-hoc. Sebagaimana dalam Statuta Roma (the Rome Statute of the International Criminal Court), Mahkamah Pidana Internasional bertujuan untuk mengakhiri impunitas bagi pelaku pelanggaran berat hak asasi manusia dan memberikan andil bagi pencegahan terjadinya kejahatan paling serius terhadap hak asasi manusia menurut hukum internasional, serta menjamin penghormatan abadi bagi diberlakukannya keadilan internasional, serta mendukung pencapaian tujuan dan prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional meliputi kejahatan genosida (crimes of genoside), kejahatan terhadap kemanusiaan (crimesagainst humanity), kejahatan perang (war crimes), dan kejahatan agresi (crimes of aggression).
Mahkamah Pidana Internasional memiliki yurisdiksi terhadap kejahatan-kejahatan internasional paling serius (terhadap hak asasi manusia) dan sebagai pelengkap sistem pengadilan pidana nasional, apabila sistem pengadilan nasional tidak efektif atau tidak tersedia, maka Mahkamah Pidana Internasional dapat melaksanakan yurisdiksinya dalam menuntut dan mengadili pelaku kejahatan internasional dalam yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional.