Sejarah Tragedi Pengeboman Nagasaki dan Hiroshima pada 6 dan 9 Agustus 1945
Terjadinya pengeboman di kota Nagasaki dan Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat pada 6 dan 9 Agustus 1945 menjadi babak baru dalam sejarah konflik bersenjata dan hubungan internasional. Selain itu pengeboman terhadap dua kota di Jepang ini juga menandakan akhir dari adanya perang Dunia II.
Peristiwa pengeboman yang terjadi di kota Nagasaki dan Hiroshima ini merupakan peristiwa pertama dan terakhir dalam penggunaan senjata nuklir dalam sejarah peperangan. Tidak hanya itu, insiden pengeboman tersebut juga menimbulkan korban jiwa yang sangat besar. Lantas sebenarnya apa yang menjadi latar belakang dari adanya peristiwa ini? Untuk memahami peristiwa ini lebih lanjut, simak uraian di bawah ini.
Latar Belakang Sejarah
Perang Dunia II dan Peran Amerika Serikat
Perang Dunia II adalah konflik global yang berlangsung dari 1939 hingga 1945, melibatkan sebagian besar negara di dunia. Dalam upaya mengalahkan Kekaisaran Jepang yang agresif dan mengakhiri perang yang telah menghabiskan jutaan nyawa, Amerika Serikat memutuskan untuk menggunakan senjata nuklir. Keputusan ini diambil setelah Jepang menolak untuk menyerah meskipun pasukan Sekutu telah mengepung negara tersebut. Amerika Serikat memilih kota Hiroshima dan Nagasaki menjadi target untuk pengeboman karena dua kota ini memiliki industri militer dan sipil yang penting.
Sebelum pengeboman, Amerika Serikat telah mengembangkan senjata nuklir melalui Proyek Manhattan, sebuah program penelitian dan pengembangan rahasia yang dimulai pada tahun 1942. Di bawah pimpinan J. Robert Oppenheimer, proyek ini berhasil menciptakan dua jenis bom nuklir: “Little Boy” yang menggunakan uranium-235, dan “Fat Man” yang menggunakan plutonium-239.
Pengeboman Hiroshima pada 6 Agustus 1945
Serangan Pertama: “Little Boy”
Pada tanggal 6 Agustus 1945, Amerika Serikat menjatuhkan bom nuklir pertama, yang dikenal sebagai “Little Boy,” di kota Hiroshima, Jepang. Bom ini meledak dengan kekuatan yang setara dengan 15 kiloton TNT dan mengakibatkan kehancuran besar-besaran di kota tersebut. Sekitar 70.000 hingga 80.000 orang tewas seketika dan banyak yang kemudian meninggal karena luka dan radiasi. Sebagian besar bangunan di Hiroshima hancur dan kota tersebut memerlukan waktu bertahun-tahun untuk pulih.
Pengeboman Hiroshima tidak hanya menyebabkan kerusakan fisik yang parah tetapi juga menimbulkan dampak sosial yang mendalam. Masyarakat yang selamat menghadapi trauma, penyakit radiasi, dan kesulitan ekonomi. Lingkungan sekitar juga rusak parah dengan radiasi yang mencemari tanah dan air, menambah beban bagi para korban dan penyintas.
Pengeboman Nagasaki pada 9 Agustus 1945
Serangan Kedua: “Fat Man”
Pada awalnya kehancuran kota Hiroshima tidak membuat militer Jepang menyerah, hingga akhirnya tiga hari setelah pengeboman Hiroshima, pada tanggal 9 Agustus 1945, Amerika Serikat menjatuhkan bom nuklir kedua yang dikenal sebagai “Fat Man,” di kota Nagasaki. “Fat Man” dibawa oleh pesawat B-29 bernama Bockscar yang dipimpin oleh Mayor Charles W Sweeney. Meskipun Nagasaki adalah target kedua dan lebih kecil dibandingkan Hiroshima, dampak bom ini masih sangat merusak. Sekitar 60.000 hingga 80.000 orang tewas akibat ledakan dan radiasi. Seperti halnya Hiroshima, Nagasaki mengalami kehancuran besar dan memerlukan waktu lama untuk pulih.
Nagasaki yang terletak di lembah yang dikelilingi oleh pegunungan, mengalami kerusakan yang lebih terfokus dibandingkan Hiroshima. Meskipun demikian, dampak radiasi dan kehilangan nyawa tetap signifikan, dan kota ini juga menghadapi tantangan pemulihan yang berat.
Pengaruh Pengeboman Nagasaki dan Hiroshima Terhadap Akhir Perang Dunia II
Pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, ditambah dengan invasi Soviet ke Manchuria, memaksa Jepang untuk menyerah tanpa syarat pada 15 Agustus 1945. Penyerahan ini secara resmi diakui pada 2 September 1945, menandai akhir Perang Dunia II. Keputusan untuk menggunakan senjata nuklir seringkali diperdebatkan dengan beberapa argumen bahwa hal itu mempercepat berakhirnya perang dan mengurangi jumlah korban yang lebih besar jika perang berlanjut.
Penggunaan senjata nuklir telah menjadi subjek perdebatan sengit sepanjang sejarah. Beberapa orang berpendapat bahwa pengeboman diperlukan untuk mengakhiri perang dengan cepat dan menyelamatkan nyawa, sementara yang lain berpendapat bahwa tindakan tersebut adalah bentuk kekejaman yang tidak dapat dibenarkan. Debat ini masih relevan hingga hari ini dalam konteks kebijakan nuklir dan etika perang.