Pasal-Pasal yang Mengatur tentang Penyebaran Media Asusila di Indonesia
Penyebaran media asusila, baik dalam bentuk gambar, video, teks, atau konten lainnya, merupakan isu yang cukup serius di Indonesia, terutama di era digital saat ini. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memberikan kemudahan dalam penyebaran informasi, namun juga membuka peluang bagi penyebaran konten negatif yang bisa merusak moral dan etika masyarakat. Untuk itu, pemerintah Indonesia telah mengatur penyebaran media asusila melalui berbagai peraturan dan undang-undang yang ada dalam sistem hukum Indonesia.
Berikut ini adalah beberapa pasal-pasal yang mengatur tentang penyebaran media asusila dalam hukum Indonesia.
-
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengatur tentang larangan penyebaran konten yang mengandung muatan asusila melalui media elektronik atau internet. Pasal ini memberikan sanksi tegas bagi siapa pun yang dengan sengaja menyebarkan media asusila secara online. Pasal tersebut berbunyi:
-
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).”Pasal ini digunakan untuk menindak tegas penyebaran konten asusila melalui berbagai platform digital seperti situs web, media sosial, dan aplikasi pesan. UU ITE memfokuskan pada penyalahgunaan ruang digital untuk hal-hal yang merusak moral dan kesusilaan masyarakat.
-
-
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi secara khusus mengatur segala bentuk tindakan yang berkaitan dengan pornografi atau media asusila. Pasal 29 UU Pornografi memberikan sanksi pidana bagi setiap orang yang terlibat dalam produksi, distribusi, atau penyebaran konten pornografi atau asusila. Pasal tersebut berbunyi:
-
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak memproduksi, membuat, memperbanyak, menyebarluaskan, atau menyediakan pornografi dalam bentuk apa pun, baik dalam bentuk gambar, video, teks, atau bentuk lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp6.000.000.000,- (enam miliar rupiah).”UU Pornografi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif pornografi, baik yang bersifat eksplisit maupun yang bersifat asusila, yang bisa merusak moral dan norma-norma kesusilaan dalam masyarakat Indonesia.
-
-
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
Pasal 4 dalam UU Pornografi menekankan tujuan utama dari undang-undang tersebut, yakni untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk pornografi atau media yang mengandung unsur asusila. Pasal ini lebih menekankan pada pencegahan penyebaran konten yang dapat merusak nilai-nilai kesusilaan masyarakat. Pasal 4 berbunyi:
-
“Tujuan dari Undang-Undang ini adalah untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk pornografi, dan menghindari kerusakan norma kesusilaan di Indonesia.”Dengan mengedepankan perlindungan terhadap masyarakat dari dampak sosial, UU Pornografi berusaha mencegah agar konten asusila tidak tersebar luas dan merusak norma sosial yang ada di Indonesia.
-
-
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
Pasal 21 UU Pornografi memberikan sanksi yang lebih berat bagi siapa pun yang terlibat dalam penyebaran media asusila yang melibatkan anak-anak, baik sebagai pelaku maupun objek. Pasal ini sangat penting untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi seksual dan penyebaran materi yang tidak layak. Pasal 21 berbunyi:
-
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi, membuat, memperbanyak, menyebarkan, atau menyediakan pornografi yang melibatkan anak-anak sebagai pelaku atau objek pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp6.000.000.000,- (enam miliar rupiah).”Penyebaran media asusila yang melibatkan anak-anak mendapatkan perhatian khusus dalam undang-undang ini dengan memberikan ancaman hukuman yang lebih berat.
-
-
Pasal 36 dan 38 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Pasal 36 dan Pasal 38 UU ITE memberikan dasar hukum lebih lanjut mengenai larangan penyebaran konten yang mengandung unsur asusila melalui platform digital. Pasal 36 mengatur larangan mendistribusikan atau menyebarkan konten asusila, sedangkan Pasal 38 memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk memblokir situs atau platform yang menyebarkan konten tersebut.
Pasal 36 berbunyi:-
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarluaskan informasi atau dokumen elektronik yang mengandung muatan yang bertentangan dengan norma kesusilaan akan dikenakan sanksi pidana.”Pasal 38 lebih lanjut memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menutup akses ke situs-situs yang menyebarkan konten asusila dan mengharuskan penyedia layanan internet untuk memblokirnya.
-
-
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Pasal ini memperkuat pengaturan mengenai penyebaran konten asusila di dunia maya. Pemerintah diberikan wewenang untuk melakukan pemblokiran terhadap situs-situs yang dianggap melanggar hukum, termasuk yang menyebarkan media asusila. Dengan adanya peraturan ini, pemerintah bisa lebih cepat merespons dan mengambil langkah-langkah pencegahan terhadap penyebaran media asusila yang dapat merusak moral masyarakat.