Legal standing adalah suatu konsep atau keadaan di mana seseorang mempunyai hak dan memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan ke muka pengadilan. Menurut Harjono dalam buku Konstitusi sebagai Rumah Bangsa (hal. 176) menjelaskan bahwa legal standing adalah keadaan di mana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan atau sengketa atau perkara di depan Mahkamah Konstitusi (“MK”).
Kemudian, Black’s Law Dictionary menetapkan pengertian Legal Standing sebagai “A Party’s right to make legal claim or seek judicial enforcement of a duty or right”. Dengan demikian, Legal Standing adalah penentu apakah seseorang yang berperkara merupakan subyek hukum yang telah memenuhi syarat menurut undang-undang untuk mengajukan perkara di muka pengadilan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Istilah Legal Standing juga dikenal sebagai ius standi atau hak gugat, yang memungkinkan individu atau kelompok masyarakat tertentu untuk mengajukan gugatan atau permohonan di pengadilan atas nama kepentingan mereka. Hal ini merupakan adaptasi dari istilah personae standi in judicio yang berarti hak untuk mengajukan gugatan atau permohonan di depan pengadilan dengan mengatasnamakan kepentingan kelompok masyarakat tertentu. Dengan demikian, Legal Standing adalah konsep yang penting dalam sistem hukum yang menentukan siapa yang memiliki hak untuk membawa masalah ke pengadilan dan melindungi kepentingan hukum individu maupun kelompok masyarakat tertentu.
Syarat – syarat legal Standing
Menurut Achmad Roestandi dalam bukunya yang berjudul “Mahkamah Konstitusi Dalam Janya Jawab3,” dijelaskan bahwa terdapat kriteria-kriteria yang harus dipenuhi agar seseorang atau suatu pihak mempunyai legal standing, merujuk pada Pasal 51 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Kriteria-kriteria tersebut sebagai berikut:
1) Kriteria pertama berkaitan dengan kualifikasi sebagai subjek hukum. Pemohon harus memenuhi salah satu dari subjek hukum berikut ini:
a. Perorangan yang merupakan warga negara.
b. Kesatuan masyarakat hukum adat.
c. Badan hukum publik atau privat.
d. Lembaga negara.
2) Kriteria kedua berkaitan dengan keyakinan pemohon bahwa hak dan wewenang konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang. Kriteria ini meliputi:
a. Pemohon memiliki hak/kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945.
b. Pemohon meyakini bahwa hak/kewenangan konstitusional tersebut telah dirugikan oleh undang-undang yang sedang diuji.
c. Kerugian yang dialami bersifat khusus (spesifik) dan aktual, atau setidaknya bersifat potensial yang dapat dipastikan terjadi menurut penalaran yang wajar.
d. Terdapat hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian yang dialami dan berlakunya undang-undang yang diajukan untuk diuji.
e. Terdapat kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, kerugian konstitusional yang diajukan akan tidak terjadi lagi.
Langkah Pengajuan Legal Standing
Prosedur pengajuan legal standing umumnya melibatkan tahapan-tahapan berikut:
1) Penggugat mengajukan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia yang telah ditandatangani.
2) Penggugat mendaftarkan permohonan kepada panitera Mahkamah Konstitusi (MK) dan melampirkan bukti-bukti yang relevan.
3) Panitera MK akan memeriksa kelengkapan dokumen dan bukti yang disampaikan oleh penggugat.
4) Setelah bukti perkara dianggap lengkap, panitera MK akan mencatat permohonan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) dalam waktu tujuh hari.
5) Berkas pengajuan perkara selanjutnya diserahkan kepada Ketua MK. Dari sini, Ketua MK akan membentuk Panel Hakim yang bertugas untuk memeriksa dan menguji kasus tersebut.
6) Sekitar 14 hari setelah perkara tercatat dalam BRPK, MK akan membuka sidang untuk memeriksa permohonan. Tahap selanjutnya meliputi Sidang Pemeriksaan Pendahuluan, Sidang Pemeriksaan Pokok Perkara dan Bukti, serta penentuan Putusan.
Dasar Hukum Legal Standing
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), dasar hukum bagi pihak yang mengajukan legal standing dijelaskan sebagai berikut:
1) Hak gugat individu, sesuai dengan Pasal 84 ayat (1).
2) Hak gugat masyarakat dalam bentuk class action, sesuai dengan Pasal 91.
3) Hak gugat pemerintah, sesuai dengan Pasal 90.
4) Hak gugat organisasi lingkungan, sesuai dengan Pasal 92.
5) Hak gugat administratif, sesuai dengan Pasal 93.
Namun, terkait dengan hak gugat organisasi lingkungan hidup atau LSM, Pasal 92 ayat (1) UU PPLH memberikan batasan. Ini berarti hanya LSM yang aktif dalam bidang lingkungan hidup yang dapat memiliki legal standing di pengadilan. Lebih lanjut, Pasal 92 ayat (3) UU PPLH menjelaskan kriteria yang harus dipenuhi oleh LSM agar memperoleh legal standing saat berperkara di pengadilan. Beberapa ketentuan dalam pasal tersebut meliputi:
1) LSM harus memiliki status badan hukum.
2) Dalam anggaran dasarnya, LSM tersebut harus menegaskan bahwa tujuan didirikannya adalah untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup.
3) LSM telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya selama setidaknya 2 (dua) tahun.