Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani, yang berasal dari bahasa Inggris “civil society”, sebenarnya berasal dari kata Latin “civitas dei” yang berarti kota Ilahi, dan “society” yang berarti masyarakat.
Kata “civil” kemudian berkembang menjadi kata “civilization” yang berarti peradaban (seperti yang dikutip oleh Gellner dan dikutip kembali oleh Mahasin pada tahun 1995).
Masyarakat madani adalah suatu konsep yang mengacu pada sebuah masyarakat yang memiliki kemandirian dalam menjalankan kegiatan sosial, ekonomi, dan politiknya.
Masyarakat madani merupakan masyarakat yang mempunyai norma-norma yang baik dalam membangun, memaknai, dan menjalani kehidupannya. Hal ini termasuk kemampuan masyarakat dalam melakukan kritik terhadap pemerintah, mengatur dirinya sendiri, serta memperjuangkan hak dan kepentingannya.
Sejarah Masyarakat Madani
masyarakat Yunani Kuno, konsep civil society sudah muncul. Cicero, seorang orator Yunani kuno, adalah orang pertama yang menggunakan istilah civil society pada 106-43 SM.
Dia mendefinisikan civil society sebagai komunitas yang memiliki kode hukum sendiri dengan konsep civility (kewargaan) dan urbanity (budaya kota), di mana kota dipahami bukan hanya sebagai konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
Istilah masyarakat madani juga terkait dengan konsep negara-kota Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 622M.
Konsep ini juga mengacu pada tamadhun (masyarakat yang berperadaban) yang diperkenalkan oleh Ibn Khaldun dan Al Madinah al fadhilah (Madinah sebagai Negara Utama) yang diungkapkan oleh filsuf Al Farabi pada abad pertengahan.
Piagam Madinah adalah dokumen penting yang membuktikan majunya masyarakat yang dibangun pada saat itu dan memberikan penegasan mengenai kejelasan hukum dan konstitusi sebuah masyarakat.
Konstitusi ini mengatur tentang hak-hak sipil (civil rights), bahkan jauh sebelum Deklarasi Kemerdekaan Amerika, Revolusi Prancis, dan Deklarasi Universal PBB tentang HAM dikumandangkan.
Awal pergerakan kebangsaan di Indonesia melihat masyarakat madani berjuang untuk pertama kalinya, yang diprakarsai oleh Syarikat Islam pada tahun 1912. Setelah itu, Soeltan Syahrir melanjutkan perjuangan ini pada awal kemerdekaan.
Namun, jiwa demokrasi Soeltan Syahrir harus menghadapi kekuatan represif dari rezim Orde Lama dan Orde Baru. Namun, pada era reformasi saat ini, tuntutan perjuangan untuk menuju transformasi menuju masyarakat madani tampaknya sudah tidak dapat dihentikan.
Karakteristik Masyarakat Madani
Masyarakat madani memiliki tiga karakteristik dasar yang membedakannya dari masyarakat lainnya.
-
Pluralisme
Masyarakat madani mengakui semangat pluralisme sebagai suatu keniscayaan yang tidak dapat dielakkan. Pluralisme dianggap sebagai sesuatu yang kodrati dalam kehidupan dan bertujuan untuk mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis.
Namun, perbedaan harus dilandasi dengan sikap inklusif dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar, sambil tetap mempertahankan identitas agama yang otentik. -
Toleransi
Masyarakat madani memiliki sikap toleransi yang tinggi, baik terhadap sesama agama maupun terhadap agama lain. Toleransi diartikan sebagai sikap suka mendengar dan menghargai pendapat serta pendirian orang lain.
Hal ini juga sejalan dengan tujuan agama yang tidak hanya mempertahankan kelestariannya, tetapi juga mengakui eksistensi agama lain dan memberinya hak hidup berdampingan serta saling menghormati satu sama lain. -
Demokrasi
Masyarakat madani mengedepankan prinsip demokrasi sebagai suatu pilihan untuk membangun dan memperjuangkan kehidupan warga dan masyarakat yang semakin sejahtera.
Prinsip demokrasi bukan hanya tentang kebebasan dan persaingan, tetapi juga tentang tanggung jawab bersama dalam membangun masyarakat yang adil dan merata.
Faktor munculnya masyarakat madani
Masyarakat madani muncul karena beberapa faktor, antara lain:
- Adanya penguasa politik yang dominan dan tidak seimbang dalam membagi hak dan kewajiban warga negara di seluruh aspek kehidupan, sehingga satu kelompok masyarakat bisa memiliki monopoli dan memusuhi kelompok lain.
- Masyarakat dianggap tidak memiliki kemampuan yang baik dibandingkan dengan penguasa, dan tidak memiliki kebebasan untuk menjalankan aktivitas sehari-harinya.
Untuk mengatasi masalah ini, masyarakat madani harus mengedepankan prinsip demokrasi yang melibatkan semua orang tanpa mempertimbangkan suku, ras, atau agama. Prinsip demokrasi ini bisa diterapkan pada aspek kehidupan seperti politik, sosial, budaya, pendidikan, dan ekonomi. - Terdapat upaya pembatasan ruang gerak masyarakat dalam kehidupan politik, sehingga sulit bagi individu untuk mengemukakan pendapat.
Saat ini, masyarakat madani di Indonesia semakin menuntut keberadaan masyarakat yang terbuka, pluralistik, dan desentralistik dengan partisipasi politik yang lebih besar, serta menghargai hak asasi manusia dan kebebasan beragama, berbicara, berserikat, dan berekspresi