Pengantar
Bagi mayoritas orang, organisasi merupakan salah satu rumah tempat berkumpul dengan rekan-rekan kenalan yang memiliki satu visi, misi dan tujuan dalam mewujudkan suatu impian sehingga masing-masing senantiasa bersikap ideal sesuai dengan peraturan yang ditetapkan organisasi. Selain itu, ada nilai-nilai yang menjadi pedoman anggota untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga tidak asal bekerja atau menyelesaikan tugas. Nilai-nilai yang menjadi pedoman tersebut seringkali disebut dengan budaya organisasi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Davis (1984) sebagai berikut;
“Pola keyakinan dan nilai-nilai organisasional yang dipahami, dijiwai dan dipraktikkan oleh organisasional sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar berperilaku dalam organisasional itulah yang dinamakan budaya organisasi”.
Pola keyakinan atau nilai tersebut tentu tidak sembarang dibentuk dan disusun akan tetapi dirumuskan sedemikian rupa dengan mempertimbangkan berbagai aspek termasuk salah satunya adalah latar belakang anggota organisasi. Di Indonesia sendiri, yang merupakan negara multikultural dengan multi agama, suku, etnis, bahasa, dan kebudayaan, akan mudah dijumpai organisasi-organisasi yang didalamnya terkumpul anggota-anggota dari berbagai penjuru nusantara. Dari mulai organisasi tingkat sekolah, perguruan tinggi, kabupaten/kota, hingga tingkat nasional sebagaimana yang dimanifestasikan oleh kementerian dan lembaga pemerintahan lain.
Keniscayaan tersebut tentu menjadi sebuah peluang sekaligus tantangan bagi organisasi agar dapat merangkul dan menyatukan keragaman dalam bingkai organisasi sehingga tujuannya dapat tercapai.
Menyikapi Keberagaman dalam Organisasi
Bagi seorang pemimpin, sangat wajib hukumnya untuk dapat mengetahui secara mendalam seluk beluk organisasi yang dikepalainya. Dalam hal ini, ia melakukan suatu pendekatan guna memahami masing-masing anggotanya entah itu latar belakang agama, bahasa, suku, budaya, hingga tradisi. Selain memaklumi keberagaman yang terdapat dalam organisasinya, ia juga dituntut untuk menyikapinya dengan baik sehingga mampu menyatukan perbedaan tersebut dalam satu kesatuan.
Perubahan-perubahan di bidang teknologi, ekonomi, politik, sosial budaya membawa dampak positif dan negatif terhadap organisasi dan tidak terlepas terhadap para pemimpin yang mengelolanya. Perubahan dramatis dan tidak dapat diproduksi ini mengakibatkan adanya tuntutan kepemimpinan yang dapat mengantisipasi melalui perubahan terencana. Manusia merupakan faktor penting dalam perubahan terencana.Pemimpin era globalisasi adalah seorang pemimpin yang harus mempunyai pandangan luas, kreatif, inovatif tidak menaruh
ketakutan dan suka akan ide-ide baru, punya visi dan mau belajar terus.
Pemimpin
Dilihat dari sisi bahasa Indonesia “pemimpin” sering disebut penghulu, pemuka,pelopor, pembina, pemantau, pembimbing, pengguru, penegak, ketua, kepala, penuntut, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah pemimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya memengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Istilah pemimpin dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama “pimpin” dan berikut ini dikemukakan beberapa
pengertian pemimpin:
1. Pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampun memengaruhi pendirian atau pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya.
2. Pemimpin adalah suatu lakon atau peran dalam sistem tertentu, karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu mempunyai keterampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampilan, kecakapan, idan pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu, kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan “pemimpin”.
3. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/kelebihan di suatu bidang sehingga dia mampu memengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.2
4. Pemimpin merupakan faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu lembaga. Baik lembaga formal maupun non formal keberhasilan suatu lembaga ditentukan dari kualitas pemimpinnya. Sebab pemimpin yang berkualitas akan mampu mengelola lembaga yang dipimpinnya.
pada sejatinya seorang pemimpin adalah seseorang yang mampu mengarahkan rakyatnya untuk mentaati perintah Allah dan Rosul-Nya dengan penuh ketakwaan. Oleh karena itu ia pun harus menunjukan ketaatan yang sesungguhnya. Namun bila seorang pemimpin tidak menunjukan ketaatannya kepada Allah dan Rosul-Nya, maka rakyatpun tidak memiliki kewajiban untuk taat kepadanya. Dengan demikian, ketaatan kepada pemimpin tidak bersifat mutlak sebagaiman mutlaknya ketaatan kepada Allah dan Rosulnya, inilah diantara isyarat yang bisa ditangkap dari firman Allah yang tidak menyebutkan kata taat yang bisa ditangkap dari firman Allah yang tidak menyebutkan ketaatan kepada pemimpin (Ulil Amri) yang terdapat dalam Al-Qur‟an Surah An-Nisa [4:59]. Ayat tersebut menjelaskan bahwa ketaatan mutlak adalah pada Allah Swt dan Rosul-Nya dalam arti bahwa khidupan manusia hendaklah berpegang dan berpedoman pada al-Qur‟an dan Hadis. Ketaatan kepada pemimpin adalah selagi kepemimpinannya berdasarkan garis yang telah ditentukan dalam ajaran islam, tetapi jika terjadi perselisihan pendapat dalam menegakkan kebenaran dan keadilan, maka segeralah kembali kejalan Allah.
Merawat Keberagaman
indonesia adalah negara kesatuan yang penuh dengan keragaman. Indonesia terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan, dll.Namun Indonesia mampu mepersatukan bebragai keragaman itu sesuai dengansemboyan bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapitetap satu jua. Sebagai masyarakat majemuk, Indonesia memiliki dua kecenderunganatau dampak akibat keberagaman budaya tersebut, yankni keuntungan dan kerugian.Keuntungan dengan adanya keberagaman budaya di Indonesia adalah (1) dapatmempererat tali persaudaraan; (2) menjadi aset wisata yang dapat menghasilkanpendapatan Negara; (3) memperkaya kebudayaan nasional; (4) sebagai identitas negaraIndonesia di mata seluruh negara di dunia; (5) dapat dijadikan sebagai ikon pariwisata sehingga para wisatawan dapat tertarik dan berkunjung ke Indonesia; (6) dengan banyaknya wisatawan maka dapat menciptkan lapangan pekerjaan; (7) sebagaipengetahuan bagi seluruh warga di dunia; (8) sebagai media hiburan yang mendidik; (9)timbulnya rasa nasionalisme warga negara terhadap negara Indonesia; dan (10) membuat Indonesia terkenal dimata dunia berkat keberagaan budaya yang kita miliki. Pada satu sisi, adanya keberagaman juga berpotensi merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara. Potensi negatif tersebut berupa (1) berkembangnya perilaku konflik di antaraberbagai kelompok etnik dan (2) pemaksaan oleh kelompok kuat sebagai kekuatan utama yang mengintegrasikan masyarakat. Mengahadapi kondisi yang demikian, kita sebagai anggota masyarakat harus selalu menjaga keberagaman ini berada pada tataran kecenderungan positif. Cara yang dapat kita tempuh adalah (1) memahami benar hakikat keberagaman tersebut secara baik dan (2) meningkatakan kemampuan berkomunikasisecara efektif kepada masyarakat lain yang nota bene berbeda suku, agama, golongan, atau kebudayaannya.
Kepemimpinan yang Kolaboratif
Gaya kepemimpinan kolaboratif, Kolaborasi merupakan kunci utama dalam suatu kepemimpinan. Kunci kolaborasi ini menjadikan setiap individu merupakan sosok yang penting dalam mengerjakan pekerjaannya di perusahaan. Kolaborasi ini akan semakin kuat apabila setiap individu atau kelompok diberikan peran pada setiap masing – masing pekerjaannya selanjutnya pemimpin berperan sebagai konduktor yang memastikan bahwa semua tim nya berjalan sesuai dengan alurnya.
Kolaborasi akan semakin terasa bila ikon atau sosok yang menggerakan memang seorang yang sangat menginspirasi, baik itu karena karyanya atau prestasinya dalam bekerja. Kolaborasi membuat setiap elemen bergerak dengan energi tanpa batas dan tak kenal ruang-waktu sehingga akan merasakan sebuah kolaborasi yang dibangun dengan platform kerja yang terbuka, mampu mendorong karya baru, mampu menghasilkan inovasi baru, dan akan merasa lebih baik dan menjadi individu yang lebih bermanfaat dengan kolaborasi ini.
untuk menjadi pemimpin yang kolaboratif maka diperlukan beberapa keahlian dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin, diantaranya:
Kepemimpinan kolaboratif akan melakukan beberapa hal yang berkaitan dengan perusahaan dengan memastikan bahwa semua kolaborasi yang terjadi akan menguntungkan semua pihak yang terlibat. Dengan menunjukan bahwa kolaborasi ini akan membentuk peluang dan membentuk tim yang efektif sehingga akan menimbulkan lingkungan yang memiliki kepercayaan tinggi terhadap pemimpinnya. Terciptanya struktur kolaborasi yang difokuskan pada perubahan secara terus-menerus dan menjadi lebih baik lagi, sehingga tujuannya untuk mengembangkan kemampuan yang baru yang semakin meningkatkan efektifitas organisasi.
Kepemimpinan yang Progresif
Progresif berasal dari katayang berarti kemajuan. Pemimpin hendaknya mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu menjawab perubahan zaman dengan segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan padakonsep-konsep moralitas. Urgenitasnya tidak bisa dielakkan lagi. Namun jangan salah
Dalam hal perkembangan manusia, progresif artinya kita selalu berproses, selalu bergerak maju yang kemudian akan menjadi lebih sempurna Contoh lainnya, apabila anda seorang murid, mahasiswa atau orang yang sedang mencari ilmu pada tiap harinya tidak menambah beberapa buku, maka anda juga belum dikatakan berkembang.
Beri aku sepuluh pemuda dan dengan kesepuluh pemuda itu aku akan mengguncang dunia. Dengan seratus pemuda, aku akan memindahkan Gunung Semeru.” (Bung Karno)
Ungkapan heroik di atas pernah dilontarkan Presiden Soekarno dalam suatu kesempatan berpidato di hadapan pemuda Indonesia. Soekarno menggambarkan dengan bahasa kiasan, betapa peran dan kehadiran pemuda sangat penting dalam sejarah panjang bangsa Indonesia. Dalam kesempatan lain Soekarno mengakui, tanpa peran pemuda perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia belum tentu tercapai.
Membolak-balik lembaran sejarah perjuangan bangsa Indonesia, kita akan senantiasa menemui kisah-kisah perjuangan hebat yang dimotori kaum muda. Bermula dari gerakan Kebangkitan Nasional Budi Utomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), Perjuangan Kemedekaan Indonesia (1945), menumbangkan rezim Orde Lama (1966), peristiwa Malari (1974), sampai penurunan paksa rezim Orde Baru (1998). Dalam peristiwa-peristiwa tersebut, peran pemuda mengambil posisi yang sangat penting.
Misalnya kita dapat menyerap energi muda dari para pahlawan bangsa seperti Soekarno, KH. Wahid Hasyim, Mohamad Natsir, Tan Malaka, Sjahrir, dan lainnya. Kepemimpinan mereka dimulai sejak usia sangat muda. Pekikan revolusi mereka gaungkan ke berbagai penjuru negeri hanya demi satu kata; merdeka dan berdikari. Bahkan pahlawan nasional yang lain seperti KH. Hasyim Asy’ari maupun KH. Ahmad Dahlan juga mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam usia yang relatif muda. Di usia 20-an atau 30-an, para tokoh-tokoh besar tersebut sudah mengabdikan dirinya bagi perjuangan bangsa.
Maka, tidak salah jika muncul anggapan bahwa perubahan besar dalam sebuah negara atau bangsa dimulai dari kalangan muda. Semangat muda adalah semangat perubahan, aktif, energik, penuh spirit, kreatif, visioner, pekerja keras, serta mempunyai nilai positif bagi kemajuan bangsa.
Maka, semangat positif yang melekat pada anak muda dalam setiap zaman harus tetap diwarisi oleh generasi milenial era sekarang. Termasuk juga semangat positif untuk terlibat aktif dalam politik. Sebab, dunia politik adalah dunia pengabdian dan medan perjuangan untuk menciptakan kebangkitan bagi bangsa di segala bidang. Politik merupakan arena untuk menyalurkan aspirasi dan memperjuangkan aspirasi tersebut agar terwujud dalam bentuk kebijakan pemerintah.
Sesuatu yang transformasional melibatkan adanya perubahan dan peningkatan, atau pada dasarnya mengalami kemajuan. Oleh sebab itu, pemimpin yang memiliki tujuan transformasional haruslah bersifat progresif; bersedia menerima gagasan dan praktik terbaik industri yang akan meningkatkan standar perusahaan dalam berbagai aspek. Mereka tidak takut untuk menjajaki area-area baru, selama dinilai akan menguntungkan di masa depan.
Pada dasar musycab IMM kota medan memiliki calon ketua umum yang akan membuat kota medan yang berkemajuan dan progresif Karakteristik kepemimpinan progresif dapat terlihat dari lima hal berikut.[2] Pertama, kepemimpinan progresif menjunjung tinggi keteladanan, bukan hanya pandai bicara. Pemimpin akan mendapatkan hak dan rasa hormat dengan mewujudkan keinginan orang-orang yang ia pimpin.
Kedua, kepemimpinan progresif mampu memunculkan keinginan kuat dari orang lain untuk menjadi bagian dari visi. Ketiga, kepemimpin progresif memiliki keinginan kuat untuk tetap berada di depan kurva. Untuk tujuan ini, mereka secara teratur melangkah ke hal yang tidak diketahui dengan melakukan hal-hal yang belum dilakukan oleh orang lain dan atau melakukan hal-hal yang berbeda dari orang lain.
Keempat, kepemimpinan progresif memungkinkan orang lain untuk bertindak dengan menciptakan lingkungan yang mampu dan saling percaya, berdasarkan kolaborasi dan akuntabilitas. Hal tersebut memungkinkan orang-orang yang dipimpin menjadi inovatif, bahkan berimprovisasi, jika memungkinkan, tanpa takut ditegur. Terakhir, namun tidak kalah penting, para pemimpin progresif berempati pada orang-orang yang dipimpin melalui pengakuan dan perayaan kesuksesan.
alam bahasa Kiai Sahal Mahfudh[3] umat terbaik adalah manusia produktif, yaitu manusia yang peka terhadap kebutuhan lingkungan, menguasai informasi, mempunyai kompetensi organisasi dan kreativitas tinggi, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja dan menumbuhkan wawasan ekonomi yang luas.[4]
Kiai Sahal mendorong umat Islam untuk menjadi umat terbaik yang mampu memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya kepada orang lain hingga tercipta peradaban Islam transformatif menuju terciptanya bangunan masyarakat Muslim yang sejahtera, adil, dan progresif.[5]
Pada prinsipnya, kepemimpinan progresif adalah kepemimpinan yang sadar dan responsif terhadap kebutuhan mendasar masyarakat. Kepemimpinan progresif tidak bergerak bak menara gading yang tak tersentuh, tapi manunggal dengan semua persoalan orang-orang yang dipimpin.
Untuk itu, seorang pemimpin progresif haruslah memiliki sikap tidak mudah kagum (gumunan), tidak mudah menyesal (getunan), tidak mudah terkejut (kagetan), serta tidak manja (aleman). Dengan begitu, ia tidak akan gentar berhadapan dengan situasi sulit apa pun.
Seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinan haruslah memiliki kriteria-kriteria yang diharapkan, dalam arti seorang pemimpin harus memiliki kriteria yang lebih dari pada bawahannya misalnya jujur, adil, bertanggung jawab, loyal, energik dan beberapa kriteria-kriteria lainnya.Kepemimpinan merupakan sebuah hubungan yang kompleks, oleh karena berhadapan dengan kondisi-kondisi ekonomi, nilai-nilai sosial dan pertimbangan politis.
Biodata Penulis
Nama: Reyhana Alviemuna NST
Tempat & Tanggal Lahir: Tangerang 07 Juli 2000
Email: reyhanaalvie05@gmail.com