Sejarah Pancasila tidak terjadi secara instan, melainkan melalui proses yang panjang. Sejarah perumusan Pancasila sebagai dasar negara dimulai dengan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan kemudian dilanjutkan dengan Sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Pancasila sendiri merupakan istilah yang berasal dari bahasa Sanskerta, terdiri dari kata “panca” yang berarti lima, dan “syila” yang berarti dasar. Istilah ini pertama kali ditemukan dalam kitab Sutasoma. Menurut kitab tersebut, pancasila mengacu pada lima aturan moral yang melarang perilaku tertentu. Dalam konteks ini, pancasila menjadi seperangkat prinsip yang mengatur perilaku agar sesuai dengan norma yang berlaku.
Sidang BPUPKI
Sidang pertama BPUPKI digelar pada tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) didirikan oleh Pemerintah Pendudukan Jepang pada tanggal 29 April 1945 dengan jumlah anggota sebanyak 60 orang. Dr. Rajiman Wedyodiningrat menjabat sebagai ketua BPUPKI, dengan didampingi oleh dua orang Wakil Ketua, yaitu Raden Panji Suroso dan Ichibangase (seorang wakil dari Jepang).
Pelantikan anggota BPUPKI dilakukan oleh Letjen Kumakichi Harada, panglima Tentara Ke-16 Jepang di Jakarta, pada tanggal 28 Mei 1945. Sehari setelah pelantikan, tepatnya pada tanggal 29 Mei 1945, dimulailah sidang pertama BPUPKI dengan fokus utama pembahasan mengenai calon dasar negara.
Gagasan tentang dasar negara oleh tokok-tokoh dalam Sidang BPUPKI 1
-
-
Mr. Moh. Yamin
Dalam pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Moh. Yamin menyampaikan bahwa dasar negara terdiri dari tiga hal, yaitu perwakilan melalui musyawarah-mufakat, kebijaksanaan (rationalisme), dan pengakuan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu, ia juga menekankan bahwa Indonesia memiliki peradaban yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa. -
R.A.A. Wiranatakoesoema
Dalam pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945, R.A.A. Wiranatakoesoema menekankan pentingnya keselarasan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa dan nilai penting “rasa persatuan”. -
K.R.M.T.H. Woerjaningrat
Dalam pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945, K.R.M.T.H. Woerjaningrat menyatakan bahwa kemerdekaan harus didasarkan pada semangat kekeluargaan bangsa Indonesia. -
Mr. Soesanto Tirtoprodjo
Dalam pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Soesanto Tirtoprodjo menyatakan bahwa dasar negara terdiri dari semangat kebangsaan, hasrat persatuan, dan rasa kekeluargaan.
-
Kemudian terdapat usulan lain yaitu :
-
Drs. Moh. Hatta: Dalam pidatonya pada tanggal 30 Mei 1945, Drs. Moh. Hatta menekankan pentingnya memisahkan urusan agama dan negara untuk mewujudkan dasar Ketuhanan.
-
R. Abdoelrahim Pratalykrama: Dalam pidatonya pada tanggal 30 Mei 1945, R. Abdoelrahim Pratalykrama menyatakan bahwa dasar negara terdiri dari persatuan rakyat dan pengakuan akan agama Islam serta kebebasan beragama.
-
Mr. Soepomo: Dalam pidatonya pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo menekankan pentingnya persatuan, semangat kekeluargaan, gotong-royong, dan moralitas yang luhur untuk memelihara keadilan dan cita-cita moral rakyat.
-
Ki Bagoes Hadikoesoemo: Dalam pidatonya pada tanggal 31 Mei 1945, Ki Bagoes Hadikoesoemo mengusulkan agar Islam dijadikan asas dan pijakan negara.
-
Ir. Soekarno: Dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan lima prinsip yang menjadi pandangan hidup dan dasar negara, yaitu kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau peri-kemanusiaan, musyawarah-mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan yang berkebudayaan.
Setelah mengalami reses dari tanggal 2 Juni hingga 9 Juli 1945, Sidang BPUPK dilanjutkan dengan pembentukan Panitia Kecil yang dipimpin oleh Ir. Soekarno dan terdiri dari 8 orang anggota. Tugas Panitia Kecil adalah mengumpulkan masukan dan usulan dari seluruh anggota BPUPK mengenai kemerdekaan Indonesia.
Setelah Panitia Kecil menyelesaikan tugasnya, Ir. Soekarno mengundang anggota BPUPK untuk rapat di Kantor Besar Djawa Hookookai. Rapat tersebut dihadiri oleh 38 anggota BPUPK. Dalam rapat tersebut, terbentuklah Panitia Kecil yang terdiri dari 9 orang anggota, dengan Ir. Soekarno sebagai Ketua, serta Drs. Moh. Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoeyoso, Abdoel Kahar Moezakir, H. Agoes Salim, Mr. Achmad Soebardjo, K.H. Wachid Hasjim, dan Mr. Muh. Yamin sebagai anggota. Panitia ini kemudian dikenal sebagai Panitia Sembilan.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil mencapai kesepakatan dalam penyusunan Naskah Preambule atau Mukaddimah Undang-Undang Dasar yang kemudian diberi nama Piagam Jakarta oleh Mr. Muh. Yamin. Hasil kerja Panitia Sembilan tersebut dilaporkan dalam Rapat Besar BPUPK pada tanggal 10 Juli 1945. Dalam rapat tersebut, hasil dari Panitia Sembilan diterima sebagai bahan rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Sidang PPKI
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terbentuk dari pembubaran BPUPKI. PPKI mengadakan pertemuan pada tanggal 18 Agustus 1945 di Jakarta. Dalam pertemuan ini, dibahaslah Piagam Jakarta, yang menjadi cikal bakal Pancasila.
Pada Rapat Besar PPKI tanggal 18 Agustus 1945, Drs. Moh. Hatta mengusulkan penyempurnaan rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945. Usulan Hatta untuk menyempurnakan Sila I dan Sila II diterima secara aklamasi, tetapi Ki Bagoes Hadikoesoemo mengusulkan penghapusan kata-kata “menurut dasar” dalam rumusan Sila I dan Sila II.
Dengan demikian, pada tanggal 18 Agustus 1945, rumusan Pancasila secara resmi dan sah ditetapkan dengan kelima sila sebagai berikut:
-
Ketuhanan Yang Maha Esa
-
Kemanusiaan yang adil dan beradab
-
Persatuan Indonesia
-
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
-
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pancasila, sebagai seperangkat nilai-nilai ini, menjadi bagian tak terpisahkan dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjadi landasan ideologi negara Indonesia. Dengan Pancasila, Indonesia memperoleh fondasi yang kuat dalam membangun masyarakat yang berkeadilan, sejahtera, dan bermartabat.
Dengan sejarah yang mengikat, Pancasila menjadi pondasi yang kokoh bagi negara Indonesia dan menjadi identitas yang mempersatukan bangsa dalam keragaman. Nilai-nilai Pancasila senantiasa harus diperjuangkan dan diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.