Sejarah Pemilu di Indonesia dimulai sejak awal zaman revolusi nasional. Rencana untuk mengadakan pemilihan umum nasional pertama di Indonesia diumumkan pada tanggal 5 Oktober 1945. Pada tahun 1946, pemilihan umum pertama diadakan di Karesidenan Kediri dan Surakarta.
Kemudian, pada tahun 1948, Badan Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) menyetujui undang-undang yang menetapkan sistem pemilihan umum tidak langsung berdasarkan perwakilan proporsional dan memberikan hak pilih kepada semua warga negara yang berusia di atas 18 tahun.
Satu hari setelah proklamasi kemerdekaan, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia.
Pada tanggal 3 November 1945, melalui Maklumat X yang dikeluarkan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, didorong pembentukan partai-partai politik sebagai persiapan untuk penyelenggaraan Pemilu pada tahun 1946. Maklumat X memberikan legitimasi kepada partai-partai politik yang sudah terbentuk sebelumnya, baik pada masa pemerintahan Belanda maupun Jepang.
Maklumat X juga menetapkan tujuan lain, yaitu penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada bulan Januari 1946. Namun, rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan karena beberapa faktor, antara lain kurangnya perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan pemilu dan rendahnya stabilitas keamanan negara pada saat itu. Pemerintah dan rakyat saat itu lebih fokus pada upaya mempertahankan kemerdekaan.
Pemilu 1955
Sejarah pemilu di Indonesia diawali pada tahun 1955,, setelah melalui periode pemerintahan Soekarno. Pada periode ini, sistem pemerintahan yang dianut adalah Demokrasi Terpimpin.
Pada tanggal 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang menetapkan UUD 1945 sebagai Dasar Negara. Konstituante dan DPR hasil Pemilu dibubarkan dan digantikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Selama periode Soekarno, terjadi perubahan politik yang krusial, termasuk ketika MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) menolak Pidato Presiden Soekarno yang berjudul Nawaksara pada Sidang Umum Ke-IV tanggal 22 Juni 1966.
Pemilu 1971 – 1997
Setelah pemerintahan Soekarno, MPRS menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden pada tanggal 12 Maret 1967, dan pada tanggal 27 Maret 1968, Soeharto ditetapkan sebagai Presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS. Selama 32 tahun kepemimpinan Soeharto, Indonesia mengadakan enam kali Pemilu untuk memilih anggota DPR, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat I, dan DPRD tingkat II. Pada era ini, Presiden dipilih oleh MPRS.
Pemilu 1971
Orde Baru mulai meredam persaingan politik dan mengurangi pluralisme politik. Partai Golongan Karya (Golkar) menjadi partai yang mendominasi dengan perolehan suara sebesar 62,82%.
Pemilu 1977
Pemilu tahun 1977 mengalami perubahan dengan penyatuan beberapa partai politik. Partai Nahdlatul Ulama (NU), Parmusi, Perti, dan PSII bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sedangkan Partai Nasional Indonesia (PNI), Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI, dan Partai Murba bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Formasi kepartaian ini terus dipertahankan hingga Pemilu 1997, dengan Golkar sebagai partai mayoritas, diikuti oleh PPP dan PDI.
Pemilu 1999
Pada tahun 1998, Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie sebagai Presiden, dan pada tahun yang sama, Pemilu yang semula diagendakan pada tahun 2002 dipercepat pelaksanaannya menjadi tahun 1999.
Pemilu 2009 berjalan secara damai tanpa kekacauan yang signifikan. Pembagian kursi mengikuti sistem proposional dengan menggunakan varian Roget. Calon terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah tempat seseorang dicalonkan.
Pemilu 2004
Pemilu 2004 melibatkan banyak partai politik dan terdiri dari dua tahap, yaitu pemilihan anggota parlemen yang memenuhi parliamentary threshold dan pemilihan presiden dengan dua putaran. Terjadi perubahan sistem dalam pemilihan DPR/DPRD, DPD, dan pemilihan presiden-wakil presiden yang dilakukan secara langsung.
Pemilu 2009
Pemilu 2009 merupakan pemilu kedua dengan pemilihan langsung presiden dan wakil presiden. Pasangan calon terpilih ditentukan berdasarkan perolehan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dengan minimal 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 50% jumlah provinsi di Indonesia.
Pemilu 2014
Pemilu 2014 diadakan dua kali, yaitu untuk pemilihan anggota legislatif pada 9 April 2014, dan untuk pemilihan presiden dan wakil presiden pada 9 Juli 2014. Pemilu ini memilih anggota DPR, DPD, serta anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota periode 2014-2019.
Pemilu 2019
Pemilu 2019 melibatkan 20 partai politik, namun setelah verifikasi dan proses banding, hanya 16 partai yang menjadi peserta pemilu legislatif. PDI Perjuangan menjadi pemenang dengan perolehan suara terbanyak dan 128 kursi di DPR, diikuti oleh Partai Gerindra dan Partai Golkar.
Sejak periode reformasi, Pemilu di Indonesia diadakan secara reguler setiap lima tahun untuk memilih anggota DPR, DPRD tingkat I, dan DPRD tingkat II. Sistem pemilihan umum yang digunakan saat ini adalah sistem pemilihan umum langsung berdasarkan perwakilan proporsional. Pemilu menjadi salah satu mekanisme penting dalam proses demokratisasi dan perwujudan kehendak rakyat di Indonesia.