Sejarah Perjanjian Giyanti: Isi dan Dampaknya
Pemberontakan yang meletus di Mataram Surakarta, dipelopori oleh Raden Mas Said dan Pangeran Singasari, menciptakan ketidakamanan di kerajaan. Keadaan semakin rumit ketika Pangeran Mangkubumi bergabung dengan pemberontak atas kekecewaan terhadap kebijakan Raja Pakubuwana II terkait sewa tanah wilayah pesisir.
Pada tahun 1749, Pakubuwana II jatuh sakit, dan putra mahkota diangkat sebagai Susuhunan Pakubuwana III. Pemberontakan terus merajalela hingga VOC, yang awalnya mendukung Susuhunan Pakubuwana III, melakukan taktik adu domba untuk menghentikan pemberontakan.
Pertemuan dan perundingan antara Pangeran Mangkubumi dengan VOC berlangsung pada 1754. Hasilnya, tercapailah Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755. Perjanjian ini melibatkan VOC, Mataram yang diwakili Pakubuwana III, dan kelompok Mangkubumi.
Isi Perjanjian Giyanti
-
Pengangkatan Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwana I, setengah dari Kerajaan Mataram.
-
Kerjasama antara rakyat di bawah Kompeni dengan rakyat Kesultanan.
-
Tanggung jawab Pepatih Dalem dan bupati, serta sumpah setia kepada Kompeni.
-
Pakubuwana III tidak dapat memberhentikan Pepatih Dalem dan bupati tanpa persetujuan Kompeni.
-
Pengampunan kepada bupati yang memihak Kompeni selama peperangan.
-
Tidak menuntut hak atas Pulau Madura dan daerah pesisir yang sudah diserahkan kepada Kompeni.
-
Bantuan dari Sultan kepada Pakubuwana III.
-
Penjualan bahan makanan kepada Kompeni dengan harga tertentu.
-
Sultan berjanji menaati semua perjanjian antara raja-raja Mataram dengan Kompeni
Tokoh di Balik Perjanjian Giyanti
-
Nicolaas Hartingh (Gubernur Jenderal VOC)
-
Breton
-
Kapten C. Donkel
-
W. Fockens
-
Pendeta Bastani
-
Pangeran Mangkubumi
-
Pangeran Natakusuma
-
Pangeran Pakubuwono III
Dampak Perjanjian Giyanti
-
Pergeseran Nilai-Budaya
Otoritas VOC yang terlihat dalam perjanjian ini menyebabkan pergeseran nilai-nilai budaya di Mataram Islam.
-
Pecahnya Mataram Islam
Setelah Perjanjian Giyanti, Mataram Islam terbagi menjadi dua, dengan Surakarta dipimpin oleh Pakubuwana III dan Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwana I.
Dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti, sejarah Mataram Islam berakhir secara de facto maupun de jure. Perjanjian ini menciptakan perubahan besar dalam struktur dan kekuasaan di wilayah tersebut.