Sejarah Kerajaan Gowa Tallo
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero, dan Kalili.
Melalui berbagai cara, baik danai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului datangnya Tumanurung, dua orang pertama adalah Batara Guru dan saudaran
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya.
Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka.
Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar.
Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya di abad ke-17. Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di daerah Sulawesi Selatan.
Makassar sebenarnya adalah ibukota Gowa yang dulu disebut sebagai Ujungpandang. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting, karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara.
Bahkan daerah Makassar menjadi pusat persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para pedagang yang berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini mengakibatkan Kerajaan Makassar berkerobang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara. Berikut adalah peta Sulawesi Selatan pada saat itu.
Raja Kerajaan Gowa Tallo
-
Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna (…-1546 M)
-
I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga (1546-1565 M)
Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
-
| Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565- 1590 M)
-
I Tepu Karaeng Daeng Parabbung Tunipasulu (1593 M)
-
Sultan Alauddin I (1593-1639 M)
-
Sultan Malikussaid (1639-1653 м)
-
Sultan Hasanuddin (1653-1669 M)
-
Sultan Amir Hamzah (1669-1674 M)
-
Sultan Mohammad Ali (1674-1677 M)
-
Sultan Abdul Jalil (1677-1709 M)
-
Sultan Ismail (1709-1711 M)
-
Sultan Najamuddin (1711-….)
-
Sultan Sirajuddin (….-1735 M)
-
Sultan Abdul Chair (1735-1742 M)
-
Sultan Abdul Kudus (1742-1753 м)
-
Sultan Maduddin (1747-1795 M)
-
Sultan Zainuddin (1767-1769 M)
-
Sultan Abdul Hadi (1769-1778 M)
-
Sultan Abdul Rauf (1778-1810 M)
-
Sultan Muhammad Zainal Abidin (1825-1826 M)
-
Sultan Abdul Kadir Aididin (1826-1893 M)
-
Sultan Muhammad Idris (1893-1895 M)
-
Sultan Muhammad Husain (1895-1906 M)
-
Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin (1906-1946 M)
-
Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin (1956-1978 M)
-
Sultan Alauddin II (2011-2020 M)
-
Andi Kumala Andi Idjo (2020-sekarang)
Masa Kejayaan Kerajaan Gowa Tallo
Di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, yang dikenal sebagai Ayam Jantan dari Timur, Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaannya. Keberhasilannya dalam mengelola perdagangan di wilayah Indonesia timur menjadikan Makassar sebagai pusat ekonomi yang kuat.
Di samping itu, Sultan Hasanuddin juga menunjukkan perhatiannya pada pengembangan kebudayaan Islam dan pendidikan, mengantarkan kerajaan ke masa keemasan di bidang sosial.
Namun, kejayaan ini tidak berlangsung selamanya. Keberatan Sultan Hasanuddin terhadap campur tangan VOC di Ambon, yang mengganggu aktivitas perdagangan dan merugikan masyarakat, membawanya pada perlawanan terhadap penjajah.
Sayangnya, Belanda menggunakan strategi adu domba yang licik, memicu Perang Makassar dan ultimately, mengantarkan kerajaan ke jurang keruntuhan.