Sejarah Sarekat Islam
Sarekat Dagang Islam (SDI) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 di Bogor oleh Tirto Adhi Soerjo bersama keluarga Badjenet. Namun, ada pihak yang menyatakan bahwa SDI didirikan lebih awal daripada organisasi nasionalis lainnya seperti Budi Utomo. Pada awalnya, SDI bergerak dalam bidang ekonomi dengan tujuan untuk membantu anggotanya dalam bidang usaha.
Setelah keluarga Badjenet keluar karena perbedaan pandangan, SDI di bawah kepemimpinan Tirto Adhi Soerjo mulai bergerak dalam bidang politik. Tirto Adhi Soerjo mempropagandakan program SDI di berbagai kota besar di Jawa.
Akhirnya SDI berpindah pusat ke Solo pada tahun 1911 di bawah pimpinan Haji Samanhudi. Pada tanggal 9 November 1911, kata “Dagang” dihilangkan sehingga menjadi Sarekat Islam.
Tujuan Sarekat Islam
Berdasarkan Akte Notaris pada 10 September 1912, tujuan SI antara lain adalah:
- Memajukan perdagangan.
- Membantu anggotanya yang kesulitan dalam bidang usaha.
- Memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli.
- Memajukan kehidupan agama Islam.
Tokoh-Tokoh Utama Sarekat Islam
1. Haji Samanhudi (1868-1956)
Haji Samanhudi, seorang pengusaha batik di Surakarta, memainkan peran kunci dalam pergerakan SI. Setelah keluarga Badjenet keluar, Haji Samanhudi memimpin SI di Solo dan menjadi ketua setelah penghilangan kata “Dagang.” Keberhasilannya memimpin SI membuatnya diakui sebagai salah satu tokoh utama pergerakan.
2. HOS Tjokroaminoto (1882-1934)
Juga dikenal sebagai Cokroaminoto, HOS Tjokroaminoto adalah pelopor pergerakan dari Surabaya. Sebagai guru dari banyak tokoh penting, termasuk Soekarno, Cokroaminoto berperan dalam memperkuat ideologi SI. Pada tahun 1920, SI mengalami perpecahan menjadi SI Merah dan SI Putih, dan Cokroaminoto memimpin SI Putih, yang tetap setia pada program lama SI.
3. Abdul Muis (1883-1959)
Abdul Muis, seorang sastrawan, juga ikut berperan sebagai tokoh SI. Ia menjadi wakil SI di Volksraad, dewan perakilan yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Belanda. Keterlibatannya di arena politik membuktikan pentingnya peran SI dalam mendukung kemerdekaan.
4. Agus Salim (1884-1954)
Tokoh asal Sumatera Barat ini menjadi pemimpin faksi SI Putih. Setelah kemerdekaan, Agus Salim melanjutkan perannya dalam diplomasi Indonesia sebagai Menteri Luar Negeri pertama.
5. Semaun (1899-1971)
Semaun awalnya adalah juru tulis SI, namun, setelah perpecahan, ia memimpin faksi SI Merah. Kemudian, Semaun menjadi salah satu pendiri Partai Komunis Indonesia (PKI) setelah pecahnya SI.
Perkembangan dan Peran Sarekat Islam
SI tumbuh pesat dan memiliki pengaruh yang signifikan, terutama di kalangan pedagang dan pekerja. Organisasi ini menjadi wadah bagi masyarakat pribumi untuk menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan hak-hak mereka.
Perkembangan SI juga mencakup pergeseran fokus dari ekonomi ke politik, seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran politik di kalangan anggotanya.
Namun, perjalanan SI tidak selalu mulus. Perpecahan antara SI Merah dan SI Putih, ditambah dengan infiltrasi oleh paham sosialis demokrasi Belanda, membawa konsekuensi bagi organisasi tersebut. Meskipun demikian, peran SI dalam membentuk dasar-dasar politik dan ekonomi Indonesia tidak dapat diabaikan.