Pelecehan Seksual Verbal (Catcalling): Perspektif Hukum dan Dampak Psikologis
Pelecehan seksual verbal, yang sering dikenal sebagai catcalling, merupakan perbuatan yang sering terjadi di ruang publik dan menyentuh ranah hukum serta kesejahteraan psikologis korban. Artikel ini akan menjelaskan fenomena catcalling dari sudut pandang hukum, melibatkan dasar hukum yang terkait dan dampak psikologis yang mungkin dialami oleh korban.
Pelecehan Seksual Verbal: Sebuah Gambaran Umum
Pelecehan seksual verbal, atau catcalling, mencakup berbagai perilaku yang menciptakan situasi tidak nyaman dan merendahkan martabat seseorang. Hal ini melibatkan komentar, ucapan, atau perilaku genit yang menargetkan orang lain, khususnya perempuan, di tempat umum. Dalam konteks ini, catcalling dapat mencakup siulan, panggilan dengan kata-kata kasar, dan komentar seksual yang tidak senonoh.
Dasar Hukum Pelecehan Seksual Verbal di Indonesia
Pelecehan seksual verbal di Indonesia mencerminkan pelanggaran terhadap norma-norma kesusilaan dan dapat dikategorikan sebagai delik aduan. Artikel ini merinci dasar hukum terkait pelecehan seksual verbal di Indonesia:
-
Pasal 281 Ayat (2) KUHP: Mengatur mengenai tindak pidana pencemaran nama baik yang dapat mencakup pelecehan verbal.
-
Undang-Undang Tentang Pornografi: Pasal 8, Pasal 9, Pasal 34, dan Pasal 35 mengandung ketentuan terkait dengan perlindungan terhadap pelecehan seksual verbal.
Penggunaan Undang-Undang Pornografi sebagai dasar hukum pelecehan seksual verbal mencerminkan kesadaran akan unsur seksualitas yang terkandung dalam perbuatan tersebut. Pengaturan hukum ini memberikan landasan bagi penegakan hukum terhadap catcalling dan upaya pencegahan di tingkat legislatif.
Dampak Psikologis Pelecehan Seksual Verbal
Pelecehan seksual verbal tidak hanya menimbulkan dampak fisik, tetapi juga dapat merusak kesejahteraan psikologis korban. Beberapa dampak psikologis yang mungkin dialami oleh korban catcalling meliputi:
-
Rasa Tidak Aman: Korban mungkin merasa tidak aman dan ketakutan setelah mengalami pelecehan verbal di ruang publik.
-
Stres dan Kecemasan: Catcalling dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang berkepanjangan pada korban.
-
Rendahnya Harga Diri: Perbuatan tersebut dapat merendahkan harga diri korban dan memicu rasa malu yang mendalam.
Dengan memahami dampak psikologis yang mungkin timbul, penting untuk memandang catcalling sebagai serangan terhadap kesejahteraan psikologis individu.
Tinjauan terhadap RUU KUHP dan RUU KPS
Mendiskusikan pengaturan hukum terkait catcalling di masa depan, perlu mempertimbangkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) dan Rancangan Undang-Undang Kekerasan Seksual (RUU KPS). Pasal 241 RUU KUHP, Pasal 11, dan Pasal 12 RUU KPS menjadi dasar hukum yang mempertimbangkan perlunya pengaturan yang lebih spesifik terkait pelecehan seksual verbal.
Pengkriminalisasi catcalling harus memperhatikan syarat kriminalisasi, sejauh mana perbuatan tersebut merugikan korban, dan apakah pengenaan sanksi sebanding dengan keuntungan yang akan dicapai. Langkah ini perlu diambil untuk mencapai kepastian hukum dan memberikan perlindungan maksimal terhadap hak-hak korban pelecehan seksual verbal.
Kesimpulan
Pelecehan seksual verbal, atau catcalling, bukan hanya masalah kesusilaan, tetapi juga melibatkan aspek hukum dan kesejahteraan psikologis korban. Dengan memahami dasar hukum yang berkaitan dan dampak psikologis yang mungkin timbul, diharapkan dapat memotivasi upaya penegakan hukum dan pencegahan