Pengertian Mahkamah Pidana Internasional
Mahkamah Pidana Internasional (MPI) merupakan lembaga pengadilan yang berfungsi untuk mengadili pelaku kejahatan internasional. Dalam konteks hukum, MPI diberikan status sebagai subjek hukum dengan kemampuan hukum yang diatur dalam Statuta MPI.
Pemikiran untuk mendirikan lembaga pengadilan permanen bermula pada tahun 1950, ketika PBB membentuk panitia yang akhirnya menghasilkan Statuta MPI.
Setelah beberapa upaya, MPI resmi terbentuk pada 17 Juli 1998, mengakomodasi 128 pasal dalam Statuta, bukan hanya mengatur pendiriannya tetapi juga melakukan kodifikasi hukum pidana internasional.
Fungsi Mahkamah Pidana Internasional
MPI memiliki beberapa tujuan yang melibatkan peningkatan keadilan distributif, fasilitasi aksi korban, pencatatan sejarah, pemaksaan penataan nilai-nilai internasional, penguatan resistensi individu, pendidikan generasi saat ini dan mendatang, serta pencegahan penindasan terhadap hak asasi manusia yang berlanjut.
Cara Kerja Mahkamah Pidana Internasional
- Kejahatan Genosida
Kejahatan ini mencakup tindakan yang dilakukan dengan niat untuk menghancurkan, baik secara keseluruhan maupun sebagian, suatu kelompok bangsa, etnis, ras, atau agama tertentu. - Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
Kejahatan ini melibatkan serangan atau tindakan kekerasan terhadap kelompok penduduk, baik dalam atau di luar situasi perang. Contohnya adalah serangan terhadap penduduk sipil, pembersihan etnis, atau kekerasan seksual. - Kejahatan Perang
Kejahatan ini terjadi ketika terjadi pelanggaran serius terhadap hukum humaniter perang, baik terhadap penduduk sipil maupun tentara. - Kejahatan Agresi
Kejahatan ini melibatkan perencanaan, persiapan, inisiasi, atau pelaksanaan perang agresi yang melanggar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Prinsip Mahkamah Pidana Internasional
- Prinsip Komplementer
MPI bertindak sebagai pelengkap dari yuridiksi pidana nasional suatu negara, tidak menggantikannya. Ini berarti MPI hanya berperan jika yuridiksi nasional tidak dapat menangani kasus kejahatan internasional. - Prinsip Penerimaan
Prinsip penerimaan menyangkut diterima atau ditolaknya suatu kasus oleh MPI. Pasal 17 Statuta mengatur kompleksitas hubungan antara sistem hukum nasional dan MPI dalam menerima perkara. - Prinsip Otomatis
Mahkamah memiliki yuridiksi otomatis atas tindakan pidana yang tercantum dalam Statuta Roma 1998 setelah negara menjadi pihak pada Statuta. Namun, Pasal 12 Ayat 2 memberikan kewenangan Mahkamah jika kejahatan terjadi di wilayah negara pihak Statuta. - Prinsip Ratione Temporis (Yuridiksi Temporal)
MPI hanya memiliki yuridiksi atas tindak kejahatan setelah pembentukan Statuta Roma 1998. Tindak kejahatan sebelumnya tidak dapat diperiksa oleh MPI. - Prinsip Nullum Crimen Sine Lege
Seseorang hanya dapat dituntut atas tindakan pidana yang terjadi dalam yuridiksi MPI, sesuai Pasal 22 dan 23 Statuta. - Prinsip Ne bis in idem
Seseorang tidak dapat diadili lagi oleh MPI atas tindak pidana yang sama yang telah diputuskan atau dibebaskan oleh MPI. - Prinsip Ratione Loci (Yuridiksi Teritorial)
MPI memiliki yuridiksi atas kejahatan yang dilakukan di wilayah negara pihak, tanpa memandang status kewarganegaraan pelaku. - Prinsip Tanggung Jawab Pidana Secara Individual
MPI memiliki yuridiksi atas individu sebagai “natural person,” bertanggung jawab secara pribadi dan dapat dihukum sesuai Statuta. - Prinsip Praduga Tidak Bersalah
Setiap orang dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah di depan MPI, sesuai Pasal 66 Statuta. - Prinsip Veto Dewan Keamanan untuk Menghentikan Penuntutan
Dewan Keamanan PBB memiliki hak untuk mencegah MPI melaksanakan yuridiksinya sesuai Pasal 16 Statuta