Perbedaan Mediator, Arbiter, dan Konsiliator
Mediator, Arbiter, dan Konsiliator merupakan tiga jenis pihak ketiga yang berperan dalam membantu menyelesaikan konflik atau sengketa antara dua atau lebih pihak. Meskipun memiliki tujuan yang sama, yaitu menyelesaikan konflik, namun ketiga jenis pihak ketiga ini memiliki perbedaan masing-masing. Berikut ini perbedaan Mediator, Arbiter, dan Konsiliator:
Mediator
Mediator dikenal dalam proses mediasi yang mengacu kepada Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (“Perma 1/2016”), yaitu hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Yang dimaksud mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Selain itu, setiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.
Hakim tidak bersertifikat juga dapat menjalankan fungsi mediator dalam hal tidak ada atau terdapat keterbatasan jumlah sertifikat dengan syarat adanya surat keputusan ketua Pengadilan
Mediator memiliki ciri-ciri penting yang meliputi:
-
Netral, artinya mediator tidak memihak pada salah satu pihak yang sedang bersengketa.
-
Membantu para pihak, artinya berperan sebagai fasilitator untuk membantu para pihak mencapai kesepakatan penyelesaian sengketa.
-
Tidak menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian, artinya mereka tidak memiliki hak atau wewenang untuk memutuskan sengketa, melainkan hanya memberikan saran atau opsi penyelesaian yang mungkin dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Arbiter
Menurut Pasal 1 angka 7 dalam UU 30/1999 mengenai Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, seorang arbiter adalah seseorang yang dipilih oleh para pihak yang terlibat dalam sengketa atau ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau lembaga arbitrase untuk memberikan keputusan tentang sengketa yang diserahkan untuk diselesaikan melalui arbitrase.
Di sisi lain, arbitrase yang didasarkan pada Pasal 1 angka 1 UU 30/1999 adalah sebuah metode penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum. Metode ini bergantung pada perjanjian tertulis yang dibuat oleh para pihak yang terlibat dalam sengketa.
Konsiliator
Pasal 1 angka 10 dalam UU 30/1999 menyatakan bahwa konsiliasi merupakan salah satu metode alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Namun, UU 30/1999 tidak memberikan penjelasan yang lebih detail mengenai konsiliasi.
Menurut kutipan dari Endrik Safudin yang merujuk pada Dictionary of Law Complete Edition, konsiliasi dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk mempertemukan keinginan dari pihak-pihak yang sedang bersengketa agar dapat mencapai kesepakatan secara kekeluargaan untuk menyelesaikan sengketa (hal. 62).
Dalam konsiliasi, pihak ketiga memiliki peran yang berbeda dengan pihak ketiga dalam mediasi karena konsiliator lebih aktif daripada mediator Selain bertugas sebagai fasilitator seperti mediator, konsiliator juga memiliki tugas untuk memberikan pendapat tentang substansi sengketa, memberikan saran-saran yang mencakup keuntungan dan kerugian, dan berusaha untuk mencapai kesepakatan antara pihak-pihak yang sedang bersengketa
Perbedaan Mediator, Arbiter, dan Konsiliator
Tugas
-
Mediator
Tugas mediator adalah membantu para pihak yang sedang bersengketa untuk mencapai kesepakatan penyelesaian sengketa yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Mediator bekerja sebagai fasilitator dalam proses negosiasi dan membantu mengidentifikasi kepentingan masing-masing pihak serta mengembangkan opsi solusi yang mungkin dapat diterima oleh kedua belah pihak.Mereka tidak memutuskan sengketa dan tidak memberikan saran atau rekomendasi kepada para pihak.
-
Arbiter
Arbiter memiliki tugas untuk memutuskan sengketa antara para pihak yang bersengketa. Proses arbitrase berlangsung seperti pengadilan, di mana arbiter mendengarkan argumen dari kedua belah pihak, meninjau bukti-bukti, dan membuat keputusan yang mengikat kedua belah pihak. Putusan arbiter bersifat final dan biasanya tidak dapat diajukan banding ke pengadilan.
-
Konsiliator
Konsiliator bertugas sebagai mediator yang lebih aktif. Selain membantu para pihak mencapai kesepakatan penyelesaian sengketa, konsiliator juga memberikan saran atau rekomendasi kepada kedua belah pihak dan memfasilitasi diskusi untuk mencapai kesepakatan. Namun, konsiliator tidak memutuskan sengketa, melainkan hanya memberikan saran-saran yang dapat membantu para pihak mencapai kesepakatan.
Syarat
Mediator
Syarat untuk menjadi mediator jika memenuhi syarat berikut.
- mediator bisa berupa hakim yang tidak terlibat dalam pemeriksaan perkara di pengadilan yang bersangkutan, advokat atau akademisi hukum, atau orang lain yang dianggap memiliki pengalaman atau pemahaman yang cukup mengenai pokok sengketa.
- Selain itu, hakim majelis yang menangani perkara pun dapat bertindak sebagai mediator.
- Namun, bila terdapat lebih dari satu kandidat yang memenuhi kualifikasi tersebut, maka perlu mempertimbangkan lagi apakah mereka memenuhi syarat sebagai berikut:
- mediator yang diakui oleh kedua belah pihak yang sedang bersengketa, serta tidak memiliki hubungan keluarga atau kepentingan finansial dengan salah satu atau kedua belah pihak yang sedang bersengketa.
- Adil dan bertanggung jawab.
- Mampu bekerja sama dalam menyelesaikan masalah.
- Memiliki sikap menghormati dan mengerti berbagai perbedaan pendapat.
- Memiliki keinginan untuk berbagi dan ikut merasakan.
- Memfokuskan diri pada persoalan, bukan kesalahan.
Arbiter
Untuk dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter, seseorang harus memenuhi beberapa syarat berikut:
- Mampu melakukan tindakan hukum dengan baik.
- Berusia minimal 35 tahun.
- Tidak memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat kedua dengan salah satu pihak yang sedang bersengketa.
- Tidak memiliki kepentingan finansial atau kepentingan lain yang berkaitan dengan putusan yang akan diambil.
- Telah memiliki pengalaman dan keahlian yang aktif dalam bidangnya selama paling tidak 15 tahun.
Konsiliator
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
- Warga Negara Indonesia
- Berumur sekurang-kurangnya 45 tahun
- Pendidikan minimal lulusan aSatu (S1)
- Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter
- Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela
- Memiliki pengalaman di bidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 tahun
- Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan
- Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Wilayah kerja
Pembahasan wilayah kerja menandai perbedaan antara tiga pihak ketiga dalam menyelesaikan masalah tersebut. Wilayah kerja konsiliator dibatasi hanya pada satu kabupaten atau kota, tetapi arbiter memiliki yurisdiksi di seluruh wilayah Indonesia.
Di sisi lain, mediator yang bekerja di bawah naungan Kementerian Ketenagakerjaan hanya memiliki wewenang dalam wilayah hukum kantor Disnaker mereka sendiri.
Pembahasan kewenangan
menunjukkan bahwa pihak ketiga dalam konsiliasi hanya memiliki kewenangan terbatas untuk menyelesaikan tiga jenis perselisihan: perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Sedangkan mediator dapat membantu menyelesaikan lebih dari tiga jenis perselisihan, termasuk perselisihan hak. Arbiter hanya berwenang menangani dua jenis perselisihan, yaitu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.