Pada Pemilu antara tahun 1955 hingga Pemilu 1999, Indonesia sempat menggunakan sistem pemilu proporsional tertutup. Namun, sistem ini berubah pada Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019, yang menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka. Dalam artikel ini, akan menjelaskan sistem proporsional tertutup, kelebihan dan kekurangannya.
Sistem Proporsional Tertutup
Sistem proporsional tertutup adalah salah satu jenis dari sistem perwakilan berimbang, di mana pemilih hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat secara langsung. Pada surat suara, tertera hanya nama partai politik dan pemilih memilih melalui tanda gambar atau lambang partai.
Dalam sistem ini, kekuasaan menentukan daftar calon dan calon terpilih sepenuhnya berada di tangan partai politik. Sebagai contoh, jika partai politik memperoleh 2 kursi di daerah pemilihan (dapil), maka calon nomor urut 1 dan 2 dari partai tersebut yang akan terpilih. Jika partai hanya memperoleh 1 kursi, maka hanya calon nomor urut 1 yang akan terpilih.
Kelebihan Sistem Proporsional Tertutup
- Menekan politik uang dan korupsi politik
Sistem proporsional tertutup dinilai mampu meminimalisasi politik uang karena biaya pemilu yang lebih murah dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka. - Partai politik sebagai kekuatan gagasan
Dalam sistem ini, partai politik memiliki peran penting sebagai pembawa gagasan dan program ke dalam parlemen. - Menguatkan tanggung jawab partai politik
Partai politik bertanggung jawab penuh dalam menentukan daftar calon dan calon terpilih, sehingga dapat memperkuat kontrol partai terhadap kader yang akan duduk di parlemen. - Mudah menilai kinerja partai politik
Dalam sistem proporsional tertutup, masyarakat dapat dengan mudah menilai kinerja partai politik berdasarkan komposisi dan kualitas kader yang terpilih.
Kekurangan Sistem Proporsional Tertutup
Kekurangan Sistem Proporsional Tertutup:
- Mengandalkan oligarki dan nepotisme
Dalam sistem proporsional tertutup, kekuasaan yang dimiliki oleh partai politik dalam menentukan daftar calon dapat menyebabkan praktik oligarki dan nepotisme. Hal ini dapat menghambat kemajuan demokrasi dan mencegah munculnya calon-calon yang berkualitas secara merata. - Tidak ada kedekatan calon dengan pemilih
Dalam sistem ini, pemilih tidak memiliki pilihan langsung terhadap calon tertentu. Sebagai akibatnya, tidak ada kedekatan personal antara calon dan pemilih. Hal ini dapat mengurangi rasa kepercayaan dan keterlibatan pemilih terhadap calon yang mewakili mereka. - Calon kurang aspiratif
Dalam sistem proporsional tertutup, calon cenderung kurang aspiratif karena mereka ditentukan oleh partai politik. Calon mungkin lebih fokus pada kepentingan partai daripada aspirasi dan kebutuhan pemilih secara individual. Ini dapat mengurangi kualitas representasi politik dan inisiatif dari calon yang terpilih. - Pendidikan politik berkurang
Dalam sistem proporsional tertutup, masyarakat cenderung hanya memilih partai politik secara keseluruhan. Hal ini dapat mengurangi kesadaran politik dan partisipasi aktif masyarakat dalam pemilihan, karena mereka tidak terlibat langsung dalam memilih calon individu yang mereka yakini mewakili kepentingan mereka.